Jumat, 16 Mei 2014

Ada Apa Dengan Moral Kita Manusia Beragama?

Berlari-lari di jalan, bermain di taman ataupun naik sepeda sekitar rumah merupakan kegiatan yang sangat normal dan menyenangkan dilakukan anak-anak saat mereka bermain.

Gambar oleh Gabriella Lee
Tapi menjadi kegiatan yang masuk dalam kategori dilarang karena keselamatan anak-anak terancam. Dikhawatirkan, anak bisa diculik lalu disiksa, dipaksa jadi pengemis atau dijual atau bayangan yang menyeramkan lainnya. Mungkin saja terdengar agak mengada-ada atau yang kadang2 kita sebut paranoid. Sayangnya ketakutan seperti ini tidak lagi semata2 hanya merupakan bayangan seram saja, tapi sudah menjadi kenyataan pahit yang tidak hanya terjadi sekali atau dua kali. Sudah berkali-kali terjadi, bahkan sekarang ini sedang menjadi topik pembahasan sehari-hari. Tiap hari, kami bisa menemukan judul baru di media yang memberitakan kekerasan ataupun kekerasan seksual anak.

Pelakunya pun beragam, dari yang mempunya latar belakang pendidikan rendah maupun yang malah mempunyai latar belakang sebagai pendidik.
Anak yang lugu, biasanya tidak sadar ataupun takut untuk melaporkan. Sekarang ini sudah banyak tragedi yang terkuak, media langsung ramai membicarakan. TV banyak menyiarkan talkshow ataupun wawancara para ahli atau pakar anak untuk membahas tuntas masalah ini. Facebook, twitter, path, whatsapp ataupun media sosial lainnya heboh dengan pembahasan kekerasan anak. Mendadak semua bisa menjadi pakar  urusan kekerasan anak dan yang mulai saling tuding siapa yang salah. 

Lalu apa hasilnya?

Hingga saat ini, setiap hari kami dapat  membaca kasus kekerasan yang berbeda. Tapi kami belum mendengar berita atau kepastian mengenai perbaikan  nasib anak-anak yang menjadi korban ini ataupun berita bagaimana solusi dari tragedi ini supaya tidak terjadi lagi. Malah ada kemungkinan perjalanan hukum dari pelaku atau predator ini mentok dan akhirnya bebas lepas.
Dan akhirnya semua peristiwa ini ibarat trend busana yang akan muncul heboh lalu bergulir menghilang dan ganti dengan trend fashion lainnya.

Pemerintah maupun pihak berwenang mungkin terdengar memberikan pendapat atau masuk TV dan ikutan menghujat, tapi belum ada tindakan kongkrit yang membuat tragedi ini tidak akan terjadi lagi.  Banyak pihak-pihak tertentu yang dulunya tidak peduli, mendadak menjadi ikutan sibuk tampil di media layaknya seorang pahlawan dari anti kekerasan anak. 

Sebegitu kejamnyakah kita, membiarkan kekerasan seksual anak terjadi lagi mengalahkan pergantian trend fashion?

Ada Apa Dengan Moral Kita?

Arist Merdeka Sirait di salah satu acara TV mengatakan bahwa sejak tahun 2013, Komisi Nasional Perlindungan Anak telah mendeklarasikan keadaan darurat untuk masalah kekerasan anak. Tapi sepertinya memang belum cukup penting untuk dibicarakan hingga akhir bulan Pebruari 2014 meledak di media saat Pak Arist datang bersama Polisi dan staff KomNas untuk menyelamatkan anak-anak di panti Samuel. Sejak itu, mendadak kasus kekerasan anak bermunculan dimana-mana.

Walaupun bukan berita baru, begitulah perlakuan kita terhadap sesama manusia, bagaimana perlakuan kita terhadap mahluk ciptaan Tuhan lainnya? 

Selama kami mengikuti dari dekat tragedi kekerasan anak, kami juga menyaksikan kekerasan terhadap binatang, terutama anjing. Salah satu dari kami adalah aktivis dan pencinta binatang yang juga sudah berusaha menolong anjing-anjing korban siksaan. Saat kami datang ke panti Samuel, kami melihat bagaimana keadaan anjing-anjing yang hidupnya juga tidak kalah mengenaskan dari anak-anak panti Samuel. Dan ternyata memang sudah menjadi kenyataan bahwa setiap hari ada saja kekerasan terhadap anjing-anjing baik liar maupun peliharaan di sekitar rumah tempat tinggal kita. Alasan kekerasanpun tidak jelas, kadang hanya karena sekedar iseng untuk menyiksa atau membunuh anjing-anjing ini.

Di negara yang mempunyai perhatian untuk hak asasi (Human Rights) masih termasuk sangat rendah, dapat diperkirakan bahwa  kekerasan terhadap binatang tidak pernah dianggap sebagai masalah serius. Anak korban kekerasan saja masih bertebaran di mana-mana apalagi hewan, belum lagi dengan tindakan yang merusak alam yang bisa menjadi pembahasan panjang sendiri mengenai bagaimana manusia itu mahluk perusak. 

Ironis sekali kalau dipikir-pikir bagaimana negara ini sangat membanggakan penduduknya adalah umat yang religius, tetapi mempunyai kelakuan yang kejam. Ironis sekali, bangsa yang merasa dirinya taat beragama ini,yang dianggap mempunyai moral tinggi dibandingkan negara-negara maju yang (dituduh) penduduknya bersifat individualis, luntur dalam ketaatannya kepada agama, tetapi bertingkah laku kejam dan barbarik. Tetapi mengapa, di negara-negara yang dihujat tidak beragama itu, yang biasanya adalah negara maju,  malah binatang-binatang liar seperti burung, kucing ataupun tupai bisa terlihat di mana-mana dan bisa berdekatan dengan manusia tanpa merasa takut nasibnya akan berakhir dilemparin batu atau dimasak di kuali?

Bukankah agama mengajarkan bagaimana Tuhan adalah sang pencipta semesta alam beserta isinya? Ada maksud yang sangat mulia Tuhan menciptakan mahluk hidup yang beragam ini untuk memberikan keseimbangan dalam kehidupan manusia. Keindahan dan keajaiban yang Tuhan berikan, sudah layak dan sepantasnya manusia jaga dan hormati seperti layaknya kita mencintai diri sendiri. Bukankah ini adalah moral dasar yang bisa dengan mudah ditemukan di negara yang mempunyai penduduk sangat patuh beragama?

Gambar oleh Gabriella Lee (14)
Lalu mengapa fakta kehidupan sehari-hari sangat jauh dari gambaran kehidupan damai di mana anak-anak masih bisa bebas main di taman sambil mengejar-ngejar kerumunan burung yang terbang dan hinggap di sekitar kerumunan manusia. Mungkin perlu diterapkan lebih gencar bahwa ada baiknya bila kita menjalankan ajaran agama dan rasa penghormatan ke Sang Pencipta kita tidak hanya saat khusuk berdoa di tempat ibadah, tapi di mana pun kita berada, terutama di tempat yang tidak ada orang melihat. 

Bukan berarti negara maju lebih bagus dan bermoral dari kita, tapi yang pasti, kita patut malu bahwa negara yang membangga-banggakan status negara beragama tapi kekerasan terhadap alam semesta beserta isinya sangat tidak mencerminkan rasa hormat dan apresiasi terhadap kemurahan hati Sang Pencipta. Mungkin sebelum kita mencantumkan agama di KTP, hendaknya kita berpikir apakah kita layak menyatakan kita manusia beragama di saat kita masih membiarkan atau malah ikutan dalam kekerasan anak, binatang maupun perusakan alam semesta ini. 

Ternyata banyak sekali masalah di kehidupan kita yang diakibatkan kelakukan keji dari kita sendiri. Sudah saatnya hal ini diubah. Sekarang ini, gerakan #CarolineHero bersatu dengan KomNas Perlindungan Anak dan Pasukan Jarik untuk memperjuangkan agar kekerasaan anak bisa dimusnahkan dari kehidupan kita. Semoga saja hati kita tergerak untuk melakukan sesuatu untuk memperbaiki secara kongkrit. 

Kalau hingga saat ini kita hanya bisa tetap berdiam diri, ada apa dengan moral kita sebagai manusia beragama? 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar