Rabu, 26 Maret 2014

Mekanisme Wujud Peduli dan Berani Secara Kongkrit

Bila Orang Baik Tidak Berbuat Apa-Apa

Artikel di Kompas hari Minggu tanggal 23 Maret berjudul Tak Cukup Jadi Orang Baik (link di bawah), membuka mata kita bahwa ternyata selama ini memang banyak kejahatan yang memakan (banyak) korban hanya karena orang-orang baik di sekitarnya berdiam diri.

Biasanya pertanyaan yang muncul adalah, “Lalu apa yang harus kita lakukan bila kita melihat kejahatan terjadi?”

Di bawah ini kami memberikan saran mekanisme untuk bertindak sesuai hukum. Dari pengalaman yang kami alami selama ini, ternyata memang benar, bila kita memang peduli dan mempunyai niat murni untuk menolong, maka akan banyak sekali jalan maupun pilihan untuk menolong secara kongkrit.

Biasanya tidak hanya satu pihak yang perlu dihubungi agar suatu misi berhasil. Karena tidak semua pihak tertentu akan menanggapi dengan baik, begitu juga tidak semua akan berpaling. 
Illustration by Hana

Sedapat mungkin, kita terus berusaha sampai bertemu dengan orang yang peduli.
Nomor di bawah ini bukan menunjukkan urutan mana dulu yang harus dilakukan. 
  1. Melibatkan teman dan/atau saudara terdekat yang mungkin akan tergerak untuk membantu. Support system memang sangat penting untuk menjalani misi kemanusiaan. Namun jika tidak mendapatkan dukungan mereka, janganlah takut; terkadang kita justru harus menjadi teladan untuk orang lain. Cobalah untuk tidak menunggu; berilah contoh nyata untuk mereka supaya akhirnya mereka ikut bergabung. Terkadang orang akan melihat kita dengan sebelah mata di awal usaha kita, tapi jangan takut, niat yang baik dengan usaha yang keras akan menarik dan menyadarkan orang lain untuk akhirnya mengerti mengapa misi kita ini perlu didukung. 
  2. Untuk isu yang tidak emergency, maka diperlukan research yang cukup agar bisa mengambil keputusan dan bertindak dengan tepat.
  3. Lapor kepada pihak kepolisian terutama bila keadaannya emergency. Misalnya: melihat anak terluka di jalan. Bila tidak ada pihak kepolisian terdekat, maka saat menolong, ada baiknya meminta orang lain yang memang sedang berada di tempat untuk membantu. Walaupun mungkin ada yang merasa kurang nyaman untuk melapor ke polisi, dengan melalui mekanisme ini, masyarakat bisa turut membantu agar kepolisian pada akhirnya mendapatkan kepercayaan lagi untuk orang-orang mencari bantuan.
  4. Menghubungi organisasi maupun yayasan yang bergerak di bidang yang sesuai dengan isu-nya. Misalnya untuk isu anak dan perempuan, bisa kontak Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), atau Komnas perempuan.
  5. Berbicara ke media, jika memang diperlukan.
  6. Mendapatkan dukungan dari Sosial media.

Pada intinya, kalau kita memang berniat untuk membantu, maka bantulah sepenuhnya tanpa pamrih hingga tujuan tercapai. Hal seperti ini tentu tidak mudah karena keterbatasan waktu dan tenaga. Belum lagi dilema diri sendiri, “Apa keuntungan saya bila saya turut campur?”
Tentunya tidak ada keuntungan secara materi, malah mungkin akan “nombok”, tapi yang pasti, kalau kita semua ingin hidup layak dan diperlakukan dengan baik, maka kita mempunyai tanggung jawab untuk turut melestarikan gaya hidup yang peduli dan berani, agar tidak satu orang pun mempunyai kesempatan untuk menindas sesama demi kepentingan pribadi maupun kelompok.

Mungkin saat melihat suatu kejanggalan, ketidakadlian, atau kejahatan kita merasa tidak penting untuk turut campur karena bukan kita yang menjadi korban, tetapi bila kita yang menjadi korban, bukankah kita juga akan mengharapkan bantuan orang lain? Apa rasanya bila kita lagi tertimpa musibah dan orang lain membuang muka atau bahkan lari?  

Marilah kita terus mengingatkan diri sendiri untuk menjadi manusia yang menjunjung tinggi nilai kemanusiaan, karena pada akhirnya, keuntungan lebih besar dari materi seperti hidup aman, damai dan tenteram, merupakan cita-cita kita bersama di muka bumi ini.

Siapa lagi kalau bukan kita yang peduli untuk membuat hal ini terwujud?

Silakan kirimkan cerita pengalaman Anda membantu pihak lain yang bisa menjadikan teladan dan semangat kepada sesama untuk peduli dan berani. Cerita bisa dikirimkan ke email caroline.hero@yahoo.com

===

Tak Cukup Jadi Orang Baik

KOMPAS.com - Tak henti-hentinya kekerasan pada anak terjadi di ibu kota Jakarta dan daerah sekitarnya. Belum juga tuntas perkara penganiayaan pada anak-anak di Panti Asuhan Rumah Samuel, Tangerang, tertangani, sudah muncul kasus Iqbal yang dianiaya pria yang mempekerjakannya sebagai pengemis.
Pertanyaan yang mengganggu, apakah kejahatan semakin merajalela atau kita sebagai masyarakat yang semakin tidak peduli?
Pesan itu yang dibawa sekumpulan orang yang tergabung dalam Caroline Our Hero, yang simpati terhadap anak-anak korban kekerasan dan kejahatan. Untuk menyentil kesadaran warga, mereka mengusung ungkapan, ”Iblis Menang Saat Orang Baik Berdiam Diri”.
Ungkapan itu dimuat dalam stiker yang dibagikan kepada warga pada peluncuran gerakan Caroline Our Hero di Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), Pasar Rebo, Jakarta Timur, Sabtu (22/3). Caroline adalah anak balita di Rumah Samuel yang meninggal karena sakit parah. Diduga kuat, anak balita itu sakit akibat ditelantarkan.
Alvina (36), salah seorang penggagas gerakan Caroline Our Hero, mengungkapkan, anak korban kekerasan terus berjatuhan, itu indikasi hilangnya kepedulian di masyarakat. Rumah Samuel, contohnya, sudah 15 tahun berdiri, tetapi warga di sekitar panti tak ada yang menyadari anak-anak di panti itu mengalami kekerasan.
”Apalah artinya kita menjadi orang baik, tetapi kita tak peduli terhadap keselamatan anak-anak di sekitar kita,” kata Alvina, yang sehari-hari berprofesi sebagai ibu rumah tangga dan membantu usaha orangtuanya.
Atas dasar kesadaran itu, sudah lebih dari satu bulan ini Alvina menggelindingkan isu keprihatinan terkait dengan anak-anak Rumah Samuel di beberapa sosial media, seperti Facebook, Twitter, dan situs blog. Sebagai wujud kepedulian, Alvina mengajak setiap pengguna akun yang tergabung di dalam tautan Caroline Hero diminta mengunggah foto dengan berbagai ekspresi yang dilengkapi tulisan #CarolineHero.
Untuk menggugah kesadaran warga agar lebih peduli terhadap kekerasan pada anak, Alvina juga membuat sejumlah tulisan terkait dengan indikasi kekerasan pada anak di sekitar kita, dan cara menanganinya. Tulisan-tulisan itu dimuat dalam blog carolineourhero.blogspot.com.
Berdasarkan data Komnas PA, selama 2013 diperoleh pengaduan kekerasan pada anak sebanyak 1.620 kasus. Sebanyak 490 kasus adalah kekerasan fisik, 313 kasus kekerasan psikis, dan 817 kasus kekerasan seksual pada anak.
Sebelumnya, Ketua Komnas PA Arist Merdeka Sirait telah mengingatkan pemerintah bahwa tahun 2013 merupakan tahun darurat nasional kejahatan terhadap anak. Ironisnya, kasus-kasus kekerasan pada anak itu justru terjadi di lingkungan terdekat anak. Pelakunya pun tak lain adalah orang yang semestinya melindungi anak, seperti orangtua, paman, dan guru.
Masihkah Anda hanya menjadi orang baik, atau mulai lebih peduli pada lingkungan sekitar? (MDN)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar